Pages

Banner 468 x 60px

Selasa, 14 Januari 2014

Teori Sastra

0 komentar

TEORI SASTRA 

Definisi, Konsep dan Hakikat Sastra
a. Definisi
Istilah sastra berhubungan dengan institusi, karya sastra, dan ilmu sastra. Ketiga bidang tersebut saling berhubungan dan  berkaitan dengan karya sastra. Kita harus memahami dan menguasai prinsip-prinsip, teori dan konsep sastra serta mamapu untuk mengaplikasikan untuk penelitian karya sastra. Sementara itu objek penelitian ilmu sastra adalah karya sastra dan dalam hubungannya dengan karya sastra seperti pengarang, pembaca, dan dunia sastra. Manfaat sastra ialah sebagai lembaga dan sebagai bidang ilmu.
Dalam klasifikasi Rene Wellek (1976) ilmu sastra terbagi menjadi 3 bidang, yaitu teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Teori sastra adalah bidang ilmu sastra yang mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip, hakikat dan kaidah sastra. Kritik sastra bidang ilmu sastrayang mengkritik, menelaah ilmu sastra serta mengkritik karya sastra dengan , menggunakan teori sastra. hasil kegiatan kritik sastra dapat berupa teori sastra atau prinsip-prinsip sastra.  budaya sastra ialah ilmu sastra yang mengkaji mengenai aliran-aliran gaya tulisan preodisasi suatu karya sastra yang bisa saja dihasilkan dari kritik sastra dan teori sastra. Dan ketiga bidang tersebut saling berkaitan atau saling berhubungan.
Karya satra dibedakan menjadi dua jenis karya sastra tulis dan karya sastra lisan. Karya sastra tulis di bagi menjadi tiga , yaitu :
1.     Puisi
2.     Prosa
3.     Drama
Karya sastra lisan di bedakan menjadi tiga, yaitu :
1.     Puisi ( nyanyian rakyat, lagu-lagu dolanan, mantra, do’a )
2.     Prosa ( mitos, legenda, dongeng )
3.     Drama ( ketoprak, wayang orang, wayang kulit, ludruk, dagelan, sandiwara dll)

Ciri-ciri sastra lisan, diantaranya :
a.     Disebarkan dari lisan
b.     Dari generasi ke generasi
c.      Anonim
d.     Menjadi milik bersama
e.      Memiliki banyak versi

Macam-macam sastra tulis
  Puisi 
a.      Sejak dari jaman jawa kuna disebut kakawin
b.     Sejak dari jaman jawa tengahan disebut kidu
c.      Sejak dari jaman jawa klasik disebut tembang ( tembang gedhe, tembang tengahan, tembang alit atau macapat )
d.     Sejak dari jaman jawa modern disebut geguritan

  Prosa
a.      Sejak dari jaman jawa kuna disebut prosa
b.     Sejak dari jaman jawa tengahan disebut parwa
c.      Sejak dari jaman jawa klasik disebut babar
d.     Sejak dari jaman jawa modern disebut cerita cekak, cerita sambung, novel

Drama
a.      Sejak dari jaman jawa kuna disebut wayang
b.     Sejak dari jaman jawa tengahan disebut wayang, tari
c.      Sejak dari jaman jawa klasik disebut wayang
d.     Sejak dari jaman jawa baru disebut film

b. Konsep dan Hakikat Sastra

Sejak zaman plato, sekitar tahun 470-an SM sudah muncul pertanyaan klasik tentang sastra.

 Dalam diskusi Plato dengan Aristoteles tentang sastra. Pada zaman itu Horatius  menjelaskan manfaat sastra yang indah atau nikmat dan bermanfaat bagi masyarakat.

Ilmu sastra yang memiliki objek penelitian yang tidak pasti. Namun demikian, sastra juga memiliki objek material, yaitu bahasa yang kadar kepastianya dapat di ukur  ( Faruk, 1987), sebenarnya bahasa sastra adalah bahasa sehari-hari yang digunakan dalam teks satra.

 ( Teeuw, 1984:21 – 24) menyebut bahwa batasan sastra yang selama ini digunakan ternyata hanyalah menekankan salah satu aspek saja.

Suatu pendekatan yang digunakan untuk memahami gejala sastra adalah pendekatan yang menyamakan sastra dengan tulisan. Definisinya terdapat pada nama atau istilah, kata sastra yang berasal dari dua suku kata yaitu, kata sas dan tra yang berasal dari kata sanseketa. Sas  yang berarti mengajar, membimbing, mengarahkan, memberi petunjuk. Sedangkan kata tra berarti sarana atau alat. Maka dapat disimpulkan sastra adalah sarana atau alat untuk mengajar. Sastra  juga mempunyai istilah lain ialah susastra, su dalam bahasa jawa diartikan baik. Jadi susastra adalah alat atau sarana mengajarkan sesuatu yang baik. Dalam proses morfologis selanjutnya  sastra  menjadi kata benda dengan mendapat perfik ke  dan sufik an menjadi kasusastraan.
Kata sastra dalam bahasa barat di inggris di sebut literature, dalam bahas jerman literature, dan dalam bahasa jerman literature yang semua dalam bahasa latin  literatura  yang diciptakan dari bahasa yunani grammatika litteratura  dari kata  littera, sementara kata grammatika berasal dari kata gramma  yang berarti huruf ( tulisan, letter ) .

( jerman :  schriffium ) menerjemahkan  literature  sebagai segala sesuatu yang tertulis, pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis.

Dalam bahasa jawa  kuna, dipakai istilah  pustaka yang diartikan sebagai buku dampingan atau buku di samping.


Bahasa Sastra
Definisi sastra ternyata sangat bergantung dari suatu sudut nama. (Lomyan,1977) menyimpulkan bahwa sasrtra harus dilihat dari segi bahasa karena sebenarnyalah sastra adalah peristiwa bahasa.
Bahasa sastra tergolong bahasa yang khas (ein sekunder modellbildendes system) yaitu sistem pembentuk model sekunder berdasarkan sistem primer. (n primares modellbeldendes system) sistem bentuk model primer yang mengikat baik penulis maupun pembaca.
Sastra adalah sistem tanda atau sistem komunikasi yang tidak langsung  (istilah Riffarre : ekspresi yang tidak langsung). Sastra juga sering disebut juga aktifitas bahasa yang membicarakan suatu hal.
Ketidaklangsungan ekspresi karena disebabkan oleh 3 hal, yaitu :
1.     Displacing of meaning ( mengganti arti ), istilah Displacing of meaning ialah mengganti arti sebagai prinsip sastra dengan cara memanfaatkan bahasa kias ( figurative language ).  dan Dalam karya sastra sangat kaya akan pemanfaatan bahasa kias. Misalnya, kiasan dicandra yang diartikan sebagai bidadari. Ada juga istilah kiasan lain seperti, Rekma memak ngembang bakung ireng memes rada ijo, nathuk nila cendhani mripat mblalak idepe tumenga ing tawang.
2.     Distoring of meaning (membengkok-bengkokan arti ) dalam sastra jawa banyak ditemui bentuk-bentuk puisi tradisional parikan.  Dan ditemukan juga nyanyian rakyat (lagu dolanan).
3.     Creating of meaning ( menciptakan arti baru) dalam sastra jawa muncul pada bentuk-bentuk ungkapan tradisional seperti bentuk sanepa.


 Sastra Sebagai Sistem Semiotik

Semiotik dapat diartikan sebagai tanda-tanda atau ilmu tentang tanda, menurut ahli semiotik, yang mengatakan bahwa sastra adalah sistem tanda. Dalam ilmu semiotik kita menpelajari Tanda sign.

Ilmu Sign  memiliki dua aspek, yaitu: penanda ( signifier)  dan petanda  (signified). penanda ( signifier)  bersifat semena-mena (arbitrer) yang tergantuk pada konvensi pemakaiannya. Sedangkan petanda  (signified) adalah bentuk sementara penanda adalah aspek isi aspek konsep  ( Ferdinad De Saussure, 1857-1913).

C.S Peirce membagi tanda kedalam tiga golongan, jika dilihat dari hubungan antara yang menjadi penanda dan yang ditandi (petanda). Golongan tersebut diantarnya, 1). Ikon, 2). Index, 3). Simbol.
Ikon adalah suatu bentuk tanda yang mempunyai kemiripan, seperti foto dan peta yang mempunyai kemiripan dengan bentuk aslinya, foto mirip dengan bentuk wajah atau gambar aslinya dan peta mirip dengan pulau asli yang bentuknya diperkecil dari wujud asli.
Index adalah hubungan penanda dan petanda yang merupakan hubungan sebab akibat. Contoh : api dan asap, gula dan semut, mendung dan hujan.
Simbul  tidak mempunyai hubungan secara langsung ataupun sebab akibat seperti pada dua golongan lainya. Hubungannya bersifar arbitrer  semena-mena. Bahasa meruoakan simbol. Bahasa yang digunakan pada simbul pada umunya bahasa khas yang cara pemahamannya konvensi bahasa dan sastra.

Roland Berthes (1915-1980) yang merupakan penerus pemikiran saussure. dikemukakan oleh Roland Berthes dalam teorinya tersebut roland mengembangkan semiotika di bagi menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu : tingkat denotasi dan  konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan pendata pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti ( Yusita Kusumarini, 2006).
Selain itu roland juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat yang terletak pada dua tingkat penandaan, jadi setelah terbentuk sistem signifier-signified dan tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda yang baru. Jadi , ketika tanda tersebut memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotadi , maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.

 Bebagai Pendekatan Dalam Sastra

The mirror and the lamp menyatakan bahwa, sastra sebagai sarana komunikasi yang dapat didekati dari aspek, yaitu univesi atau semesta, ekspresi, pragmatik, dan objektif atau karya itu sendiri (abrams, 1981).
Pendekatan semesta sering disebut juga pendekatan mimesis adalah pendekatan yang menekankan pada segi alam semesta. Atau karya sastra yang dianggap baik jika sebagai cermin alam semesta.
Pendekatan simesis yang dirintis Plato sekitar tahun 470 an SM yang berpandangan bahwa kenyataan sebenarnya hanyalah tiruan karena yang nyata hanyalah dunia ide.Dan kebenarannya bersifat hierarkis.
Pendekatan Pragmatik  menekankan bahwa karya sastra disebut baik jika memiliki fungsi bagi masyarakat. Dan menekankan pada segi pembaca. Munculnya tulisan Horatius yang menyatakan bahwa sastra haruslah indah dan haruslah menyenangkan atau bermanfaat.
Pendekatan ekspresif  menekankan dari segi pengarang atau pecipta sastra. Teori yang didominasikan oleh teori psikologi tokoh.
Pendekatan objektif  menekankan dari segi objeknya, karya sastra sebagai suatu otonom.
Gerakan Strukturalisme yang dilahirkan oleh pendekatan Saussure , dilengkapi oleh metode filsafat hermeneutik. Yang digunakan sebagai metode analisis dan pendekatan terhadap karya sastra.
Pendekatan yang rumuskan oleh barams , pendekatan semiotilk adalah pendekatan yang menekanakan bahwa teks sastra merupakan sistem tanda.
Pendekatan stilistika adalah pendekatan yang menekankan pada aspek bahasa.
Pendekatan sosiologi adalah pendekatan yang menekankan pada segi sosial masyarakat.
Pendekatan  psikologi / psikokritik adalah pendekatan yang menekankan segi kejiwaan tokoh atau pengarang.
Pendekatan etestika memandang bahwa karya sastra adalah kreativitas seni.
  






 Berbagai Metode Analisis
Langkah awal untuk memahami teks sastra adalah melakukan analisis terhadap teks. Disini terdapat beberapa metode analisis diantaranya, metode hermeneutik, struktural semiotik, dan metode dealetik.
Metode hermeneutik yang berasal dari filsafat jerman. Hermeuneutik berasal dari hermeniein yang berarti menafsirkan. Menurut sejarah berasal dari kata hermes ( Dewa penyampai atau penafsir). Dapat disimpulkan bahwa Metode hermeneutik  adalah teknik menafsirkan teks dari tidak mengerti menjadi mengerti atau faham. Metode hermeneutik dikembangkan oleh Riffaterr euntuk memahami teks satra. Menurut Lorman bahasa sastra adalah bahasa tingat dua, sementara bahasa utama adalah bahsa yang di gunakan sehari-hari. Pendapat Lorman bahwa untuk memahami sastra langkah pertama yang harus digunakan adalah pembacaan heuristik, pembacaan yang masih bersifat linier yang didasarkan pada konvensi bahasa.
Metode struktural semiotik adalah metode yang menggunakan prinsip-prinsip struktural untuk memperoleh analisis semendetail mungkin ( Pradopo, 1993 ). Asumsi dasar metode ini adalah bahwa karya sastra merupakan bangun strukturnya saling berkaitan.
Metode dealetik berasal dari filsafat Hegel mengungkapkan bahwa metode dealetik dikembangkan dari mazab Marxis Lucient yang dikembangkan oleh  Goldmann  yang terdiri dari dua pasang oposisi, yaitu sebagian-keselurihan dan pemahaman penjelasan. Cara kerja metode ini adalah kritikus bersangkutan dari pemahaman teks dengan memperhatikan unsur teks bagian demi bagian ke arah keseluruhan. Keluar dari teks harus melalui mediasi untuk memahami unsur diluar dan baru menjelaskan hubungan tersebut.












0 komentar:

Posting Komentar